manajemen sapi perah
I. PEMBAHASAN
3.1
Pemerahan Susu
Berusaha memperoleh hasil air susu sebanyak-banyaknya,
merupakan tugas yang pokok dari keseluruhan pekerjaan bagi usaha ternak perah.
Tugas kedua adalah menjaga agar sapi tetap sehat dan ambing tidak rusak.
Pelaksanaan pemerahan yang kurang baik, mudah sekali menimbulkan kerusakan pada
ambing dan puting karena infeksi mastitis, yang sangat merugikan hasil susu.
Dalam
pelaksanaan pemerahan sapi Fries Holland (FH), BBPTU Sapi Perah di Baturraden
terdiri dari dua waktu yaitu pagi dan sore dengan menggunakan 2 teknik
pemerahan yaitu:
1).
Menggunakan mesin perah
2). Mengunakan manual/tangan
3.1.1
Menggunakan Mesin Perah
Sebelum sapi diperah, kandang dan sapi
harus dibersihkan terlebih dahulu menggunakan air bersih. Yang lebih penting
adalah bagian puting ambingnya. Karena jika puting sapi yang akan diperah dalam
keadaan masih kotor, maka mikroba yang menenempel dapat terbawa dan menyebabkan
terjadinya kontaminasi atau pencemaran bakteri. Dalam waktu yang singkat,
mikroba pada susu akan tumbuh dan berkembang lebih cepat dan nilai kwalitas
susu menjadi jelek dan dianggap susu rusak. Jika susu sudah dalam keadaan rusak
dan terkontaminasi bakteri, maka dampaknya pada konsumen yang meminumnya.
Langkah-langkah
yang harus diperhatikan dalam pemerahan menggunakan mesin perah yaitu :
1. Sapi dan kandang dibersihkan
dengan air
2. Ambing harus diperhatikan
kebersihannya
3. Mesin perah disediakan
4. Listrik dinyalakan
5. Dengan hati-hati mesin
penyedot (vacum leaner) ditempatkan satu-persatu pada bagian putingnya
6. Ketika pemerahan sedang
berjalan, berilah catatan (recording) pada setiap tabung yang sudah terisi susu
sesuai dengan nomor sapinya.
7. Setelah pemerahan selesai,
maka alat-alat dibersihkan dan disimpan kembali pada tempat yang tersedia
Kelebihan
dan kekurangan
1. Kelebihan menggunakan mesin perah
a) Dengan menggunakan mesin perah,
maka hasil pemerahan lebih optimal. Karena pada saat pemerahan susu tidak
tercecer kemana-mana
b) Waktu yang dibutuhkan lebih efisien dan
relatif cepat
c) Pekerja tidak terlalu berat dalam
memerah
d) Jika waktu pemerahan lebih cepat, maka
dampak tercemarnya mikroba lebih kecil
2. Kekurangan
a) Biaya untuk membeli mesin terlalu
mahal
b) Jika semua mesin dinyalakan maka listrik
yang terpakai juga harus besar
3.1.2
Pemerahan dengan Tangan/Manual
Sebelum berkembangnya tekhnologi dan informasi global,
masyarakat dalam memerah ternaknya cenderung menggunakan tangan atau secara
manual. Di era globalisasi sekarang ini pun masih ada beberapa perusahaan
ternak sapi perah dengan menggunakan metode manual/tangan termasuk BBPTU SP
Baturraden. Hal ini tidak dipungkiri ketika melihat harga mesin perah yang
mahal. Sebagai alternatifnya masyarakat memilih dengan menggunkan metode manual
atau tangan.
Pemerahan
dengan tangan ini menghendaki suatu pekerjaan yang teliti dan halus,
sebab kalau dilakukan dengan kasar akan buruk pengaruhnya terhadap banyaknya
susu yang dihasilkan.
Ada
3 cara pemerahan dengan tangan yaitu :
1. Whole hand (tangan penuh)
Cara ini adalah yang terbaik, karena puting tidak akan
menjadi panjang olehnya. Cara ini dilakukan pada puting yang agak panjang
sehingga dapat dipegang dangan penuh tangan. Caranya tangan memegang puting
dengan ibu jari dan telunjuk pada pangkalnya. Tekanan dimulai dari atas puting
diremas dengan ibu jari dan telunjuk, diikuti dengan jari tengah, jari manis,
dan kelingking, sehingga air dalam puting susu terdesak ke bawah dan memancar
ke luar. Setelah air susu itu keluar, seluruh jari dikendorkan agar rongga
puting terisi lagi dengan air susu. Remasan diulangi lagi berkali-kali.
Jika ibu jari dan telunjuk kurang menutupi rongga puting,
air susu tidak akan memancar keluar, tetapi masuk lagi ke dalam ambing dan sapi
akan kesakitan. Sedapat mungkin semua pemerahan dilakukan dengan sepenuh
tangan.
2. Stripping (perah jepit)
Puting diletakkan diantara ibu jari dan telunjuk yang
digeserkan dari pangkal puting ke bawah sambil memijat. Dengan demikian air
susu tertekan ke luar melalui lubang puting. Pijatan dikendorkan lagi sambil
menyodok ambing sedikit ke atas, agar air susu di dalam cistern (rongga susu).
Pijatan dan geseran ke bawah diulangi lagi. Cara ini dilakukan hanya untuk
pemerahan penghabisan dan untuk puting yang kecil atau pendek yang sukar
dikerjakan dengan cara lain.
3. Knevelen (perah pijit)
Cara ini sama dengan cara penuh tangan, tetapi dengan membengkokan
ibu jari, cara ini sering dilakukan jika pemerah merasa lelah. Teknik pemerahan
ini lebih sesuai bagi puting yang pendek dan besar. Lama-kelamaan bungkul ibu
jari menebal lunak dan tidak menyakiti puting (Syarief, 1985).
3.2
Kontrol Reproduksi dan Kesehatan Hewan
3.2.1
Kontrol Reproduksi
Kontrol reproduksi merupakan faktor yang sangat penting
dalam tata laksana dalam pemeliharaan sapi perah, juga merupakan salah satu
faktor apakah sapi induk dapat beranak setiap tahun. Kontrol reproduksi
meliputi bagaimana sapi mengeluarkan tanda-tanda birahi, mau melahirkan atau
saat periksa kebuntingan.
Dalam
pelaksanaan magang kali ini, kami mensurvai dari berbagai individu sapi perah
sebagai berikut :
1. Kapan sapi dapat dikawinkan
Untuk berbagi bangsa sapi terdapat sedikit
perbedaan, walaupun secara umum hampir sama waktunya. Biasanya, selain
ditentukan oleh umur juga berat badan sapi turut menentukan apakah sapi dapat
dikawinkan atau belum. Untuk beberapa bangsa sapi yang terkenal, dapat
ditunjukan kapan sapi itu pertama kali dapat dikawinkan.
Ada kalanya sapi dara sebelum sampai umurnya telah mencapai
berat untuk diperbolehkan kawin. Kalau demikian lebih baik kita menunggu dahulu
sampai ia mencapai umur yang dianjurkan. Sebaliknya kalau sapi sudah mencapai
umur untuk diperbolehkan kawin, tetapi beratnya masih kurang mencukupi,
sebaiknya perkawinan di tangguhkan dahulu sampai badannya memenuhi syarat. Saat
perkawinan pertama yang terbaik untuk sapi dara ialah setelah ia mencapai umur
dan berat badan yang ideal (Syarief, 1985).
2. Dewasa kelamin dan perkawinan
pertama
Dewasa kelamin pada bangsa-bangsa sapi perah terjadi pada
umur 6-12 bulan. Oleh karena itu, pada umur-umur tersebut sapi-sapi jantan dan
betina harus dipisahkan dengan pemeliharaan yang disesuaikan dengan tujuan
masing-masing. Sapi dara mulai dikawinkan untuk pertama kalinya pada umur 15-18
bulan. Sebab pada umur tersebut sapi dara sudah mencapai dewas tubuh, suhingga
diharapkan pada umur kurang lebih 2,5 tahun dapat beranak yang pertama kali.
Demikian pula bagi sapi jantan baru bisa dipakai untuk memacek pada umur 18
bulan (Kanisius, 1974).
3. Pengamatan masa birahi
Untuk menentukan masa birahi dan siklus birahi, peternak
harus mempunyai pengetahuan dan pengalaman di lapangan. Sapi dara yang telah
mencapai umur dewasa kelamin, pada saat tertentu akan mengalami birahi. Pada
waktu sapi sedang birahi perangainya akan sangat mencolok.
Tanda-tanda birahi :
a) Sapi tampak gelisah,
sering mengeluarkan suara khas, dan melenguh-lenguh
b) Mengibas-ngibaskan
ekor, dan jika ekor itu dipegang akan diangkat ke atas
c) Nafsu makan berkurang;
jika sapi digembalakan sebentar-sebentar akan berhenti merumput.
- Produksi
susu menurun.
- Sering
menaiki temannya atau membiarkan dinaiki temannya.
d) Dari vagina keluar cairan
bening, putih dan pekat.
Masa birahi sapi perah berlangsung selama rata-rata 17-18
jam. Sapi dara pada umumnya mengalami masa birahi lebih singkat dari pada yang
dewasa. Tanda-tanda birahi itulah yang dapat menolong peternak untuk melakukan
pengaturan perkawinan yang tepat. Pada saatnya siklus birahi itu tiba, peternak
harus dapat melakukan pengamatan dengan seksama, minimal sehari 2 kali (AAK,
1995).
4. Cara mengawinkan sapi (IB dan
TE)
Dalam upaya
memperoleh bibit yang berkualitas pola dan teknik pengembangbiakan yang
terprogram memegang peranan yang sangat menentukan. Teknologi dalam bidang reproduksi saat
ini mengalami perkembangan yang sangat pesat dan dengan mempertimbangkan
berbagai segi teknik pengembangbiakan yang dilaksnakan di Baturraden saat ini
adalah :
a).Inseminasi Buatan (IB)
Pelaksanaan IB di Baturraden dilakukan
dengan mempergunakan FS elite bull. Pengaturan penggunaan pejantan/FS dilakukan untuk
meningkatkan kualitas keturunan dan menghindarkan terjadinya perkawinan sedarah
( In breeding )
b). Transfer Embryo (TE)
Merupakan teknik paling cepat dalam
upaya peningkatan mutu genetik kelompok ternak tertentu. Keterbatasan
berupa mahalnya biaya pelaksanaan TE dan angka keberhasilan yang masih rendah
sekaligus resiko ikutan berupa penurunan kesuburan reproduksi ternak pasca
flushing menjadi tantangan bagi BBPTU Baturraden dan BET Cipelang selaku
institusi teknis yang bertanggungjawab dalam aplikasi TE di Indonesia.
Dalam rangka mendukung pengembangan TE di Indonesia BBPTU
Baturraden mengalokasikan 20% dari populasi induk dan dara yang akan di
pergunakan sebagai donor dan resipien.
datanya kurang jelas
BalasHapuskurang jelas datanya
BalasHapus