Hal ini diungkapkan oleh Dr. Ir. Arief Daryanto, M.Ec.,
Direktur Program Pascasarjana Manajemen dan Bisnis IPB serta staf pengajar
Departemen Ilmu Ekonomi FEM-IPB pada acara munas Apfindo beberapa waktu lalu di
Jakarta.
Menurut Arif, mengutip McKinsey Global Institute, saat
ini Indonesia menempati urutan 16 ekonomi terbesar di dunia. Memiliki 45 juta
penduduk kelas konsumsi dengan 53 persen populasi di kota memproduksi 74 persen
GDP (Gross Domestic Product/Produk Domestik Bruto). Sementara Indonesia pada
tahun 2030 nanti akan menempati urutan ke-7 ekonomi terbesar di dunia, dengan
135 juta penduduk kelas menengah dan memiliki 71 persen populasi di kota yang
mampu memproduksi 86 persen GDP. Dan peluang pasar yang akan tercipta sekitar
$1,8 miliar pada layanan publik, agriculture dan perikanan, tambang dan
pendidikan.
“Berbicara masalah industri perunggasan di Indonesia,
kita sering lupa untuk memahami teori ekonomi dasar. Faktor-faktor yang
mempengaruhi permintaan antara lain jumlah penduduk, tingkat urbanisasi,
tingkat pendapatan, distribusi pendapatan yang merupakan revolusi peternakan,
kualitas produk (segmentasi pasar), selera, relative cost price advantage,
revolusi supermarket dan kebijakan pemerintah,” jelas Arif.
Saat ini ketahanan pangan dan keamanan pangan tengah
menjadi perhatian seluruh negara. Bagaimana untuk bisa memenuhi kebutuhan
pangan negaranya di tengah kondisi iklim dan cuaca yang tidak menentu. Dan di
sinilah Indonesia memiliki peluang untuk dapat memenuhi kebutuhan dengan
mencapai swasembada pangan. Kementerian pertanian sebagai salah satu
kementerian yang berhubungan langsung terhadap kondisi ini telah pula
menerapkan beberapa kebijakan, salah satunya ialah untuk pencapaian swasembada
daging sapi dan kerbau.
Ketahanan pangan, kata Arif, menurut FAO (2001) merupakan
situasi ketika setiap orang sepanjang waktu mempunyai akses fisik, sosial dan
ekonomi terhadap pangan yang bergizi, aman dan cukup untuk memenuhi
kebutuhan gizinya sesuai dengan selera budaya (food preferences), untuk
melaksanakan hidup yang sehat dan aktif.
Definisi ketahanan pangan menurut UU No. 7 tahun 1996:
“Ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang
tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik dalam jumlah maupun mutunya,
aman, merata, dan terjangkau”.
Sementara Food security exists when people at all times
have physical, social, and economic access to sufficient and nutritious food
that meets their dietary needs for a healthy and active life (Economist
Intelligence Unit, 2012).
Arif mengatakan bahwa faktor-faktor kunci industrialisasi
peternakan ialah Permintaan produk-produk ternak yang terus meningkat
dikarenakan Pertumbuhan penduduk, pertumbuhan pendapatan, semakin banyaknya
penduduk kelas menengah, urbanisasi, harapan hidup semakin besar dan penduduk
usia tua. Diversifikasi menuju produksi komoditas bernilai tinggi (high-value
production) dengan proses berdasarkan permintaan dimana peranan swasta sangat
vital, pola pengeluaran makanan yang bergeser dari biji-bijian dan makanan
pokok ke sayur-mayur, buah, daging, susu, telur dan ikan. Permintaan makanan
yang “ready-to-cook” dan “ready-to-eat” semakin meningkat, terutama di daerah
perkotaan. Perubahan dan transfer teknologi yang semakin modern menyebabkan
siklus produksi yang semakin pendek, FCR yang semakin rendah. Keamanan pangan
dan perbaikan nutrisi, serta kebijakan substitusi dan promosi ekspor.
Untuk itu, Indonesia perlu meningkatkan daya saingnya.
Dari perspektif mikro daya saing didefinisikan sebagai pertumbuhan
produktivitas yang berkelanjutan yang didorong oleh kualitas operasi dan
strategi bisnis, kualitas lingkungan bisnis dan iklim ekonomi makro yang sehat
dan kondusif (Yener, 2002).
sangat membantu data anda?
BalasHapusdatanya membantu saya sekali
BalasHapusmakasi banyak infonya
BalasHapussanagt bermanfaat infonya
BalasHapus